Oleh: Yayan NK
Di Sumedang setiap Partai, LSM, Ormas, Paguyuban, Komunitas dan sejenisnya punya tokoh – tokoh berkualitas baik level lokal maupun regional hingga nasional.
Harusnya tidak ada alasan bagi Sumedang untuk TIDAK MAJU, atau Tertinggal kreativitasnya oleh daerah lain apalagi oleh kabupaten / kota yang baru seumur jagung.
Saking banyaknya tokoh dan inohong, ruang gerak Generasi Muda pun terdesak oleh bertaburnya bintang di dalam tubuh Partai, lsm, ormas dan lain – lain.
Bahkan lagi orang luar sering segan sama Sumedang karena faktor sejarah atau wibawa masa lalu.
Mungkin saja di Sumedang lebih banyak tokoh dan inohongnya dibanding rakyatnya, kalo dimulai dari tokoh tingkat RT sampai Kabupaten…. hehe
#kekuatan atau kelemahan ?
Banyaknya bintang ( baca : tokoh dan inohong ) harusnya Sumedang jadi gemilang penuh kreativitas dan kemajuan karena semua bisa berperan dan berkontribusi sesuai speknya.
Harusnya itu jadi kekuatan besar cahaya besar andaikan bisa menyatukan bintang – bintang tersebut. Namun sepertinya aroma ego sektoral lebih besar ketimbang bersatu.
Padahal eksistensi mereka adalah potensi yang menjanjikan bahwa ketersediaan sumberdaya manusia yang dimiliki Sumedang sebagai potensi kekuatan kolektif dalam menghadapi tantangan pembangunan yang penuh persaingan baik sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Andai saja para bintang di Sumedang memiliki pola pikir (mindset) yang tepat, memiliki greget, rasa memiliki (sense of belonging), kepedulian, bahkan merespon pikiran positif yang konstrukif bukan hal yang mustahil Sumedang bisa lebih maju dari daerah lainnya dan bisa menjadi trendsetter untuk inovasi – inovasi daerah berbasis kearifan lokal.
Tapi yang terjadi saat ini sepertinya jadi kelemahan juga, karena saking asyiknya dengan wibawa masa lalu, dan merasa menjadi bintang – bintang yang selalu ingin dipuja dan dipuji, tanpa disadari begitu mudahnya di Sumedang mengobrak abrik mindset, berkamuflase, membuat situasi terpecah – pecah yang berujung lambatnya proses kemajuan karena tarik ulur kepentingan.
Generasi muda atau pun yang sukses kadang jadi segan berperan karena banyak berhadapan dengan situasi yang kurang mendukung ruang ekpresi, yang ada malah jebakan – jebakan atau penggiringan ke dalam arena “adu domba” atau ke kubu – kubu tertentu seolah – olah Sumedang milik segelintir orang.
Meskipun bintang di Sumedang bertaburan ternyata tetap saja Sumedang terasa gelap rupanya yang dibutuhkan adalah BULAN, karena bintang tidak bisa bersatu sementara kalo ada matahari kembar malah masyarakat yang kepanasan akhirnya pusing dan dehidrasi.***
Penulis adalah enterpreuneur muda Sumedang.
Di Sumedang setiap Partai, LSM, Ormas, Paguyuban, Komunitas dan sejenisnya punya tokoh – tokoh berkualitas baik level lokal maupun regional hingga nasional.
Harusnya tidak ada alasan bagi Sumedang untuk TIDAK MAJU, atau Tertinggal kreativitasnya oleh daerah lain apalagi oleh kabupaten / kota yang baru seumur jagung.
Saking banyaknya tokoh dan inohong, ruang gerak Generasi Muda pun terdesak oleh bertaburnya bintang di dalam tubuh Partai, lsm, ormas dan lain – lain.
Bahkan lagi orang luar sering segan sama Sumedang karena faktor sejarah atau wibawa masa lalu.
Mungkin saja di Sumedang lebih banyak tokoh dan inohongnya dibanding rakyatnya, kalo dimulai dari tokoh tingkat RT sampai Kabupaten…. hehe
#kekuatan atau kelemahan ?
Banyaknya bintang ( baca : tokoh dan inohong ) harusnya Sumedang jadi gemilang penuh kreativitas dan kemajuan karena semua bisa berperan dan berkontribusi sesuai speknya.
Harusnya itu jadi kekuatan besar cahaya besar andaikan bisa menyatukan bintang – bintang tersebut. Namun sepertinya aroma ego sektoral lebih besar ketimbang bersatu.
Padahal eksistensi mereka adalah potensi yang menjanjikan bahwa ketersediaan sumberdaya manusia yang dimiliki Sumedang sebagai potensi kekuatan kolektif dalam menghadapi tantangan pembangunan yang penuh persaingan baik sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Andai saja para bintang di Sumedang memiliki pola pikir (mindset) yang tepat, memiliki greget, rasa memiliki (sense of belonging), kepedulian, bahkan merespon pikiran positif yang konstrukif bukan hal yang mustahil Sumedang bisa lebih maju dari daerah lainnya dan bisa menjadi trendsetter untuk inovasi – inovasi daerah berbasis kearifan lokal.
Tapi yang terjadi saat ini sepertinya jadi kelemahan juga, karena saking asyiknya dengan wibawa masa lalu, dan merasa menjadi bintang – bintang yang selalu ingin dipuja dan dipuji, tanpa disadari begitu mudahnya di Sumedang mengobrak abrik mindset, berkamuflase, membuat situasi terpecah – pecah yang berujung lambatnya proses kemajuan karena tarik ulur kepentingan.
Generasi muda atau pun yang sukses kadang jadi segan berperan karena banyak berhadapan dengan situasi yang kurang mendukung ruang ekpresi, yang ada malah jebakan – jebakan atau penggiringan ke dalam arena “adu domba” atau ke kubu – kubu tertentu seolah – olah Sumedang milik segelintir orang.
Meskipun bintang di Sumedang bertaburan ternyata tetap saja Sumedang terasa gelap rupanya yang dibutuhkan adalah BULAN, karena bintang tidak bisa bersatu sementara kalo ada matahari kembar malah masyarakat yang kepanasan akhirnya pusing dan dehidrasi.***
Penulis adalah enterpreuneur muda Sumedang.