Perpisahan sudah jadi kebiasaan, sekolah jangan mencari keuntungan -->

Perpisahan sudah jadi kebiasaan, sekolah jangan mencari keuntungan

02 Juni 2017, 14.53.00
SUMEDANGONLINE.COM, LIPUTAN KHUSUS — KENANG-KENANGAN mungkin itulah alasan yang tepat kenapa siswa menggelar acara perpisahan di sekolah. Apalagi mereka akan berpisah dengan teman yang selama ini selalu menemaninya, termasuk guru yang kerap membimbing dan memberi ajaran.
Di Kabupaten Sumedang, bahkan mungkin di daerah lain acara perpisahan sudah menjadi tradisi yang tak mungkin bisa dilepaskan sesaat siswa akan meninggalkan sekolahnya. Terlepas dari kenang-kenangan yang natinya akan didapat para siswa, ternyata ada saja suara miring yang mengkiritisi kegiatan tersebut. Alasannya, disinyalir sekolah mencari keuntungan dari adanya kegiatan perpisahan.
KENAPA ITU BISA TERJADI?
Selidik punya selidik karena nilai iuran yang dibebankan pada orangtua siswa ternyata mencapai ratusan ribu rupiah, sementara tidak sebanding dengan sajian saat perpisahan itu sendiri.

Benarkah sekolah terlibat dalam menentukan anggaran untuk kegiatan tersebut, dan bahkan mencari keuntungan ?

”Ah, tidak mungkin (sekolah) mencari keuntungan mah. Karena begini, di setiap sekolah khususnya OSIS biasanya untuk SMP, SMA, SMK itu dipegang oleh OSIS. Dan (sebelumnya) dilakukan rapat anggaran, jadi tidak semena-mena tidak sewenang-wenang. Salahsatu contoh untuk (anggaran) pentas kreativitas siswa, untuk panggung dan lain sebagainya. Namanya juga kan untuk kenang-kenangan itu. Saya yakin pihak sekolah tidak akan mengeruk keuntungan dari sisi hal seperti itu,” ungkap Ketua PGRI Kabupaten Sumedang Dedi Suhayat saat dikonfirmasi SUMEDANGONLINE.COM.

”Maka dari itu, kami mengajak pada seluruh kepala sekolah dan seluruh jajaran sekolah berikanlah kebebasan untuk mengelola segala-galanya dalam konteks kegiatan perpisahan di tingkat sekolah. Sehingga tidak akan terjadi tuduhan-tuduhan negatif. Apalagi ini misalkan langsung dipimpin oleh pengurus komite sekolah nanti akan musyawarah beberapa orang siswa. Artinya menurut pengamatan saya, tidak semua siswa dilibatkan dengan iuran tersebut hanya khusus saja yang mau keluar.”

“Contoh, kemarin saya menghadiri perpisahan di beberapa SMP, dengan jumlah 120 yang keluar dari kelas 9. Itu kan hanya kelas tiga saja, tidak melibatkan kelas satu dan dua.”

Senada juga dikatakan Kepala SMPN 2 Sumedang Ema Sri Komala, yang telah menyelenggarakan syukuran acara perpisahan anak kelas 9 di sekolahnya. Dia pun mengaku tidak mengetahui besaran anggaran, nilai pendapatan yang diterima, karena sudah sepenuhnya diserahkan pada pihak panitia dan sekolah tidak terlibat.

”Sekolah tidak ikut serta karena panitianya adalah orangtua siswa. Jadi saya tidak tahu berapa, guru dan warga sekolah itu merupakan sebagai tamu undangan dari orangtua siswa. Jadi, dari siswa oleh siswa untuk siswa. Semua itu dilaksanakan oleh orangtua siswa,” tandasnya.

”Besarannya (iuran) tidak tahu, pendapatannya tidak tahu. Karena panitianya itu tiap hari ada di sekolah, jadi siswa menyetor ke panitia.”

Terpisah Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang langsung menghimbau ke seluruh sekolah yang akan melaksanakan kegiatan perpisahan agar jangan mencari keuntungan meskipun pihak sekolah tidak dilibatkan secara langsung dalam pelaksanaannnya.

”Perpisahan itu kan momen terakhir buat anak di sekolah. Itu sekolah mau menyelenggarakan perpisahan, silakan. Tidak juga, tidak jadi persoalan. Hanya kan kadang-kadang anak itu, terakhir dia berada di SMP, di SD dia mau tampilan. Terakhir dia berpisah dengan rekan-rekannya, tidak wajib perpisahan itu. Tapi ceuk barudak mah, kudu perpisahan mah, da rek papisah ngaranna ge, meureunan sekian lama mereka di sekolah bergaul, ingin berpisah secara  terakhir sebagai kenangan. Kita juga dulu kan, bahkan lebih meriah dulu perpisahan itu, ketimbang sekarang.”

”Yang akan menyelenggarakan perpisahan ini siapa? Guru, kepala sekolah atau siswa kan? Kalau yang akan menyelenggarakannya siswa, ya sudah bebankan ke siswa dari mulai kepanitian. Tinggal panitia dari siswa, guru dan kepala sekolah jangan melibatkan diri, itu saja. Berapa nilai iuran, mau ada snack atau tidak ada, itu urusannya, urusan siswa. Silakan siswa secara dewasa, kalau mau ada perpisahan ada biaya sendiri dan sebagainya full dari siswa, yang penting kepala sekolah jangan melibatkan diri ngatur-ngatur perpisahan.” *** (Iwan)

TerPopuler